ANALISIS
VEGETASI
Vegetasi merupakan kumpulan
tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersamaan pada
suatu. dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat,
baik diantara individu penyusun vegatasi itu sendiri maupun dengan organisme
lainnya sehingga yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam
mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik
diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme
lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Sagala,
E.H.P, 1997).
Analisis vegetasi adalah suatu cara
mempelajari susunan dan komposisi vegetasi secara struktur vegetasi
tumbuh-tumbuhan. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis,
diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun
komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Greig-Smith,
1983). Komunitas akan ditentukan oleh keadaan individu-individu atau
populasinya dari seluruh jenis tumbuhan yang ada secara keseluruhan. di samping
itu analisis vegetasi merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur
tumbuhan.
Tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi,
antara lain:
1. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan
batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama
namun waktu pengamatan berbeda.
2. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan
faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan.
Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi,
antara lain:
Paku-pakuan
Pemanjat
(climber)
Palma (palm)
Terna (herb)
Epifit (epiphyte)
Belukar (shrub)
Pohon (tree)
Tingkat pohon
menurut tingkat permudaannya ada tiga macam, yaitu semai (Seedling),
pancang (sapling), dan tiang (poles). Parameter vegetasi yang diukur
dilapangan secara langsung terdiri dari:
1. Nama
jenis.
2. Jumlah
individu setiap jenis.
3.
Penutupan tajuk.
4.
Diameter batang.
5. Tinggi
pohon.
Metodologi
Analisis Vegetasi
Metodologi-metodologi yang umum dan
sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode
kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam
praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan
metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot) (Syafei, 1990).
Metode garis merupakan suatu metode
yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi
hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini,
apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek.
Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang
menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan
lain-lain. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100
m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m.
Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis
yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).
Pada metode garis ini, system analisis
melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya
menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama
sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang
terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang
tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan
panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis
yang dibuat Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang
ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman dan Sumberatha, 2001).
Sedangkan metode intersepsi titik
merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa
titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang
benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan
mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel
yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman dan
Sumberatha, 2001).
Kelimpahan setiap spesies individu atau
jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises
yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang
relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang merupak
INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang
diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting
dalam menentukan struktur komunitas (Michael, 1995).
Hal yang perlu diperhatikan dalam
analisis vegetasi adalah penarikan unit contoh atau sampel. Dalam pengukuruan
dikenal dua jenis pengukuran untuk mendapatkan informasi atau data yang
diinginkan. Kedua jenis pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat
merusak (destructive measures) dan pengukuran yang bersifat tidak
merusak (non-destructive measures).
Untuk keperluan penelitian agar hasil
datanya dapat dianggap sah (valid) secara statistika, penggunaan kedua jenis
pengukuran tersebut mutlak harus menggunakan satuan contoh (sampling unit),
apalagi bagi seorang peneliti yang mengambil objek hutan dengan cakupan areal
yang luas. Dengan sampling, seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh
informasi/data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan
tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metoda
sensus) pada anggota suatu populasi. Untuk kepentingan deskripsi
vegetasi ada tiga macam parameter kuantitatif vegetasi yang sangat penting yang
umumnya diukur dari suatu tipe komunitas tumbuhan yaitu kerapatan (density),
frekuensi, dan cover (kelindungan) (Irwanto, 2010).
Kerapatan adalah jumlah individu suatu
jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya 100 individu/ha.Dalam
mengukur kerapatan biasanya muncul suatu masalah sehubungan dengan efek tepi (side
effect) dan life form (bentuk tumbuhan). Untuk mengukur kerapatan
pohon atau bentuk vegetasi lainnya yang mempunyai batang yang mudah dibedakan
antara satu dengan lainnya umumnya tidak menimbulkan kesukaran yang berarti.
Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar dengan tunas pada buku-bukunya dan
berrhizoma (berakar rimpang) akan timbul suatu kesukaran dalam penghitungan
individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka kita harus membuat suatu kriteria
tersendiri tentang pengertian individu dari tipe tumbuhan tersebut.
Masalah lain yang harus diatasi adalah
efek tepi dari kuadrat sehubungan dengan keberadaan sebagian suatu jenis
tumbuhan yang berada di tepi kuadrat, sehingga kita harus memutuskan apakah
jenis tumbuhan tersebut dianggap berada dalam kuadrat atau di luar kuadrat.
Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan perjanjian bahwa bila > 50% dari
bagian tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat, maka dianggap tumbuhan tersebut
berada dalam kuadrat dan tentunya barns dihitung pengukuran kerapatannya
(Irwanto, 2010).
Frekwensi suatu jenis tumbuhan adalah
jumlah petak contoh dimana ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak
contoh yang dibuat. Biasanya frekwensi dinyatakan dalam besaran
persentase. Misalnya jenis Avicennia marina (api-api)
ditemukan dalam 50 petak contoh dari 100 petak contoh yang dibuat, sehingga
frekwensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% = 50%. Jadi dalam
penentuan frekwensi ini tidak ada counting, tetapi hanya suatu
perisalahan mengenai keberadaan suatu jenis saja (Irwanto, 2010).
Kelindungan adalah proporsi permukaan
tanah yang ditutupi oleh proyeksi tajuk tumbuhan. Oleh karena itu, kelindungan
selalu dinyatakan dalam satuan persen. Misalnya, jenis Rhizophora apiculata (bakau)
mempunyai proyeksi tajuk seluas 10 mZ dalam suatu petak contoh seluas 100 m-,
maka kelindungan jenis bakau tersebut adalah 10/100 x 100% = 10%. Jumlah total
kelindungan semua jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan mungkin lebih
dari 100%, karena sering proyeksi tajuk dari satu tumbuhan dengan tumbuhan
lainnya bertumpang tindih (overlapping). Sebagai pengganti dari luasan
areal tajuk, kelindungan bisa juga mengimplikasikan proyeksi basal area pada
suatu luasan permukaan tanah.dan luasannya diukur dengan planimeter atau sistem
dotgrid dengan kertas grafik (Irwanto, 2010).
Basal area ini merupakan suatu luasan
areal dekat permukaan tanah yang dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal
area diduga dengan mengukur diameter batang. Dalam hal ini, pengukuran diameter
umumnya dilakukan pada ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah (diameter
setinggi data atau diameter at breast height, DBf).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar